part 2

‘Umar memang masuk islam belakangan, sekitar 3 tahun setela ‘Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ‘Umar dan Hamzah yang mampu memberikanya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ‘Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi brkata,”Aku akan datang bersama Abu Bakr dan ‘Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ‘Umar, aku masukbersama Abu Bakr dan ‘Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

            Lalu coba badingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ‘Umar melakukannya. ‘Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya , di siang hari mencari baying-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi, ‘Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. “Wahai Quraisy”, katanya. “Hari ini putera Al Khathab akan berhijrah, barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa hnti, silahkan hadang ‘Umar dibalik bukit ini!”.

‘Umar adalah lelaki pemberani, ‘Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari dinilai dari semua umur segi pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ‘Umar jauh lebih layak. Dan ‘Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilahkan. Yang ini pengorbanan.

Maka ‘Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ‘Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ‘Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul  ‘Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh berbda dengannya. Di antara Muhajirin hanya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf yang setara dalam harta dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang peminpin Aus yang tampan dan elegan itu? atau Sa’d ibn ‘Ubadah, pemimpin Kharaj yang lincah penuh semangat itu?

“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. “Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkau-lah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

“Aku?”, tanyanya tak yakin.

“Ya, Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

“Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

‘Ali pun menghadap Sang Nabi, maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan terhadap dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar utuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Memminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakkan. Usianya telah berkepala dua sekarang. “Engkau pemuda sejati wahai ‘Ali”, begitu nuraninya megingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, “Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mengkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpan dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

“Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

“Entahlah..”

“Apa maksudmu?”

“Menurut kalian apakah ‘Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”.

“Satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ‘Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkerass agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ‘Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ‘Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyah! Tak ada pemuda kecuali ‘Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ‘ali. Ia mempersilahkan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pecinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.

Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggung jawab atas perasaan kita.

Mencintai Sejantan ‘Ali #part1


Kali ini yang akan gue tulis gue ambil dari sebuah buku yang judulnya “Jalan Cinta Para Pejuang”

Check it out…

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yag tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah . karib kecilnya, putri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.

Kesantunannya, ibadahya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumuri isi perut unta. Ia bersihkan dengan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad bin Abdullah Sang Terpercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

            ‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaknya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallahu ‘Anbu.

                ‘Ali merasa diuji karena terasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukannya disisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti  ‘Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ‘Ali bertugas menggantikannya beliau menanti maut diranjangya.

                Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuan Da’wah Abu Bakr; Utsman, Abdurrahman ibn ‘Auf, Thalah, Zubair, Sa’d ibn Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ‘Ali. Lihatlah berapa banya budak muslim yang dibebaskan dari para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ‘Abdulla ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ‘Ali? Dari sisi financial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ‘Ali haya pemuda miskin dari keluarga miskin.

“inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ‘Ali. Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

                Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ‘Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

                Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yag gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengankat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ‘Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah......

Pintar tapi Bodoh tapi…. Ganteng

Judul yang menarik, karena ngebahas tentang orang ganteng (gue) hmmmm.
Jujur gue sendiri bingung mau nulis judulnya tuh apa, mau nulis judul “Orang Yang Ganteng”, kesannya gue narsis banget, jadi yaudah deh gue tulis judul di atas, ya emang sih bernuansa sedikit “Ganteng”. Lets cek it auttttt…..

Pengalaman kali ini yang gue ceritain adalah tentang pengalaman gue waktu ES EM A, lebih tepatnya pengalaman saat pengambilan rapot.

Waktu gue kelas 10 tuh, gue lebih dikenal dengan orang yang “ganteng”, semester 1 gue dapet peringkat 30-an dari 40 siswa, dan gue berpikir “masih beradaptasi”.

Tapi walaupun begitu, gue cukup puas dengan nilai itu. Ya walaupun nilai rapot itu isinya adalah bahwa seluruh pelajaran IPS gue “Tidak Tuntas”, tapi yg IPA “TUNTAS”. Di situ gue berbangga hati “Gue emang otak anak IPA sih”.
Sampai pas semester 2, seluruh murid kelas 10 dipanggil keruang BK (gak semuanya langsung, tapi satu satu yang masuk) buat ngebicarain nilai semester 1. Dan giliran gue dipanggil.

Guru BK : “Agus…”

Gue : “Iya bu, saya sendiri..”

Guru BK : “Nilai IPS kamu gak tuntas semua”

Gue : “Iya bu saya emang gak pantes di IPS bu, tapi liat nilai IPA nya bu”

Guru BK : “IPA kamu tuntas semua emang, tapi….”

Gue : ”tapi apa bu?”
Guru BK : “tapi kalau mau masuk IPA, nilai IPA itu harus di atas 7 semua, lah ini nilai IPA di Rapotmu semuanya 6”

Gue : Jleb (kesamber petir)

Guru BK : ……

Gue : “kalo gitu IPS ajadeh bu saya”

Guru BK : “IPS? lah wong nilai IPS-mu semua gak tuntas”

(seinget gue dialognya kaya gini)

Dunia serasa kiamat, di IPA gue gak diterima, di IPS apalagi…… ya emang sih pada akhirnya gue masuk IPS di kelas 11.

Di kelas 11 itu pas pembagian rapot bayangan, gue dapet peringkat 1 (serius sumpah). Dunia ditangan gue, orang-orang bakal manggil gue dengan sebutan Agus-sama, atau ngga dengan sebutan tuan Agus. Dan emang sih kalo boleh jujur, gue males ngeluarin kemampuan gue pas kelas 10, makanya gue dapet peringkat 30-an (dengan gaya stay cool).

Dan emang sih pas pembagian rapot semester 1 itu, gue dapet peringkat 2. Tapi semua itu berubah…. Saat negara api menyerang.

Pas semester 2 kelas 11, tepat saat pembagian rapot bayangan lagi gue dapet peringkat 30-an lagi. Bumi gonjang-ganjing gara-gara hal itu.

Ujung-ujungnya dipertemukanlah lagi gue dengan “Guru BK”. Gue lupa dialognya, Cuma yang pasti dia itu cerita ke kelas-kelas tentang gue yang dapet peringkat 2 di semester 1, dan peringkat 30-an di semester 2. Guru BK nya sih ngomong ke kelas “ini buat pelajaran kalian semua”.

Hancur sudah reputasi gue…..

Dan setelah pulang, gue denger pendapat temen2 gue…

Ada yang bilang “beneran Agus dapet peringkat 2?!” (yang ini ngajak berantem)
Ada yang bilang “iya apa?! Pas kelas 10 aja Agus Lebih b*go dari gue” (apalagi yang ini, lebih ngajak berantem).

Hilang sudah panggilan Agus-sama dan juga Tuan Agus…. Ckckckck.
Ya emang sih, sebenernya gue nilai jelek gue itu gara-gara gue yang gak tahan dengan peringkat 10 besar atau semacamnya, gue lebih suka jadi orang yang biasa-biasa aja (dengan gaya steykul).

Sekian pengalaman gue, terima kasih.

Mendapatkan Teman Dengan Mengambil Inisiatif

yang gue bahas kali ini adalah bagaimana cara mendapatkan teman baru, lebih tepatnya cara ngajak kenalan.
Langsung aja :
1. Perkenalkanlah diri Anda terlebih dahulu kepada orang lain pada setiap kesempatan yang ada, baik di pesta atau pertemuan lain, di pesawat terbang, di tempat kerja, maupun di mana saja.

2. Pastikan orang yang Anda ajak berkenalan mendegar nama Anda dengan jelas.

3. Pastikan Anda dapat mengucapkan namanya sama seperti cara dia mengucapkannya.

4. Tulis namanya, dan pastikan Anda mengejanya dengan benar. Jika mungkin, dapatkan alamatnya dan nomor teleponnya juga.

5. Kirim surat pribadi, pesan pendek, atau telepon teman baru yang Anda rasa Anda ingin mengenalnya lebih baik. Ini adalah pokok yang penting.

6. Yang terakhir, tetapi tidak kurang pentingnya adalah mengatakan hal-hal yang menyenangkan kepada orang asing atau orang yang baru kita kenal.

Penerapan keenam prinsip ini sebenarnya adalah berpikir positif mengenai orang lain. Cari tahu tentang dia dan pastikan ia mengetahui siapa Anda.

Sumber : HIDUP PLUS! PRINSIP PLUS! Karya D.S. PRASETYONO

How to Make A Good Friends

Seperti dengan judul di atas, kali ini gue akan ngebahas tentang “itu” di blog gue ini. Dimana maksud “itu” adalah sebutan lain untuk menyebut judul buat topik blog gue kali ini. Let’s check it out “itu”:

Daftar-daftar agar Anda disukai Orang Lain:
1. Belajarlah mengingat nama. Kelemahan pada titik ini menunjukkan bahwa perhatian Anda kurang.
2. Jadilah orang yang menyenangkan. Jangan kaku, jadilah orang yang luwes.
3. Milikki sikap santai dan rileks, sehingga Anda tidak mudah terganggu.
4. Jangan congkak. Hindari kesan bahwa Anda sok tahu.
5. Kembangkan sikap positif, sehingga orang akan mendapatkan sesuatu yang bernilai dari pergaulan mereka dengan Anda.
6. Usahakan mendapatkan unsur yang menonjol di dalam keperibadian Anda, bahkan yang mungkin tidak Anda sadari.
7. Berusahalah secara tulus untuk memperbaikki setiap kesalahpahaman yang pernah Anda alami atau sedang alami. Buanglah keluhan Anda.
8. Biasakanlah menyukai orang secar sungguh-sungguh.
9. Jangan pernah melewatkan kesempatan mengatakan atas prestasi siapa pun, atau menyatakan simpati akan penderitaan atau kekecewaan orang lain.
10. Berikan kekuatan spiritual kepada orang lain, dan mereka akan memberikan kasih yang tulus kepada Anda.

Persahabatan tidak dapat dibeli. Ketika kita berusaha melakukannya, kita rugi dengan 2 (dua) cara:
1. Kita memboroskan uang
2. Kita menghina orang yang dituju

Semoga yang udah ngebaca “itu” bisa lebih banyak dapet yang namanya teman, sekian dan terima kasih “itu” mengundurkan diri. Wassalam

Sumber : HIDUP PLUS! PRINSIP PLUS! Karya D.S. Prasetyono

10 perintah kebahagiaan keuangan

1. Anda harus “cukup” teratur

Anda hanya harus menghadapi beberapa jenis sistem yang Anda pahami sehingga kalau Anda harus meletakkan jari pada sehelai kertas penting, Anda bisa melakukannya segera dan tanpa merasa tidak nyaman. Itulah kuncinya. Orang-orang yang berkata bahwa mereka “cukup terorganisasi dan dapat menemukan apa yang [mereka] perlukan dengan cepat” lebih bahagia daripada mereka yang tidak dan mereka yang tidak bisa.

2. Anda harus membayar tagihan saat tagihan itu datang alih-alih mengumpulkannya.

Orang-orang yang membayar tagihan mereka begitu datang daripada mengumpulkan dan membayarnya sebulan sekali lebih bahagia.

3. Anda harus menyimpan nota pengeluaran Anda

Penelitian kami menunjukkan bahwa orang-orang yang melakukan hal ini menjadi lebih bahagia. Hal itu akan membantu Anda terfokus pada ke mana perginya semua uang Anda.

4. Anda harus menabing setidaknya 5% dari penghasilan rumah tangga Anda.

Orang-orang yang berusaha menabung lebih bahagia. Ada hubungan yang cukup kuat antara sepenuhnya menabung dan berinvestasi serta merasa bahagia dengan keuangan Anda. Namun, berusahalah menyisihkan setidaknya 5% penghasilan Anda dan kekuatan hubungan itu memudar. Belajarlah pelan-pelan, naikkan konstribusi Anda menjadi 6%, lalu 7, lalu 8, sampai Anda mencapi tingkat yang memungkinkan Anda menyisihkan cukup banyak untuk membiayai masa depan Anda.

5. Anda harus melindungi keluarga Anda (dan diri Anda sendiri)

Melakukan semua yang bisa Anda lakukan untuk melindungi keluarga Anda (dan diri Anda sendiri) dari kesulitam keuangan di masa depan juga merupakan bagian penting dari kebahagian keuangan.

6. Anda harus meminimalkan utang kartu kredit

Kalau Anda bisa menghindarkan hidup Anda dari utang kartu kredit—yang artinya menjaga keseimbangan kartu Anda sehingga Anda tidak keteteran setiap bulannya—kemungkinan besar Anda menjadi lebih bahagia secara keuangan, dan karenana menjadi bahagia secara keseluruhan.

7. Anda harus melakukan sesuatu bagi orang lain

8. Anda harus peka dalam membelanjakan uang

9. Anda harus mulai berusaha mencapai sasaran Anda

10. Anda harus berkomunikasi

Sumber : You Don’t Have to be Rich karya Jean Chatzky

4 Langkah dalam Menetapkan sasaran

1. Melihat Apa yang Anda Inginkan

Visualisasi adalah langkah nomor satu. Bayangkanlah diri Anda—bahagia—5 atau 10 atau 25 tahun lagi. Lakukanlah dengan spesifik. Lakukanlah dengan jelas . satu alasan besar mengapa orang gagal meraih sasaran adalah karena sasaran itu tidak jelas untuk bisa dimulai. Anda perlu mengerti: Ada di mana Anda? Apa yang sedang Anda lakukan? Anda sedang dengan siapa? Bagaimana Anda bisa sampai di sana?

2. Tulislah sasaran-sasaran Anda

Seperti semua ide bagus, sasaran juga perlu ditulis sehingga dapat Anda acu setiap saat. Anda mungkin memutuskan untuk mengubahnya, atau mengabaikannya. Itu adalah hak Anda, namun untuk permulaan, hal-hal itu perlu ditulis.


3. Ubahlah sasaran Anda menjadi rencana tindakkan

Begitu mendapatkan sebuah sasaran, Anda perlu membayangkan langka-langkah apa yang akan perlu Anda ambil untuk mencapainya. Hal itu berarti memecahnya menjadi bagian-bagian yang bisa dikelola. Katakanlah sasaran Anda adalah menabung $5,000 sepanjang tahun depan. Semua nol yang melekat itu kedengarannya mengintimidasi. Namun, menabung $100 seminggu selama lima puluh minggu tidaklah terlalu berat. Lebih lanjut, kalu Anda tahu Anda bisa memennuhi sejumlah uang itu dengan menghentikan klub kesehatan mahal yang tidak pernah Anda datangi juga ($35), mengurangi sekali makan keluar dalam seminggu ($40), dan membiayai ulang pinjaman mobil Anda ($25), sasaran Anda menjadi jelas.

4. Memahami waktu yang terlibat

Orang-orang menjadi lucu saat waktu mejadi pertimbangan. Kira sering kali berlebihan dalam memperkirakan berapa banyak yang bisa kita capai dalam sehari, tetapi secara umum kita meremehkan berapa banyak yang bisa kita capai dalam setahun kalau kita hanya melihat sedikit kemajuan seriap harinya. Hal itu entah Anda mengajari seorang anak berenang, megubah lahan tidak terpakai menjadi kebun sayuran, menulis buku, atau sekali—sekali lagi—mencoba kehilangan 5 kilogram. Perbaikkan secara cepat jarang berhasil. Menyiapkan sebuah tes dengan ngebut memplajarinya malam sebelumnya hamper tidak pernah sama efektifnya dengan menghadiri kelas secara teratur dan secara tenang mengulang catatan Anda.

Sumber : You Don’t Have to be Rich karya Jean Chatzky hal 100-102